Bandung Sabtu,
01 April 2017, aku dan putra ku Hilmi berkemas untuk berangkat silaturahmi
kepada salah satu teman kerja, tepatnya di desa Cimenyan Kabupaten Bandung, desa dengan ketinggian sekitar 700 s/d 1.300 mdpl.
Melihat Kota Bandung dari desa ini cukup untuk menghilangkan rasa penat setelah
sepekan bekerja. Setelah menempuh jarak dengan waktu normal 30 menit sampailah
di desa cimenyan di rumah pak Asep Hidayat. Jengkol, asin, tahu dan lalab-lalaban
terhidang dan kami makan siang bersama. Menjelang dhuhur kami pamit pulang. Diperjalanan
pulang muncul keinginan untuk melanjutkan perjalanan ke caringin tilu wilayah tertinggi di desa cimenyan yaitu sekitar 1.300
Mdpl. Ku belokkan arah motor matic 125 cc ku ke arah ketinggian. Perjalanan ke
caringin tilu melalui jalan berliku dan menanjak cukup tajam. Sampailah di
puncak tapi bukan puncak bintang yang memang terdapat di area itu, tapi puncak
kekhawatiran saya karena melihat medan tempuh yang cukup tajam aku hentikan
motorku di wilayah perkebunan kol, aku tidak tau berapa jauh lagi puncak bintang
itu.
Kuputuskan kembali
pulang. Melewati jalan menurun cukup tajam ada kekhawatiran dalam hati, aku
banyak berdzikir baik ketika pergi menanjak dan kembali turun, takbir dan tasbih
menghiasi bibirku sepanjang perjalanan. Begitu pula kuajarkan pada anak
lelakiku hilmi agar mengikutinya.
Kedua rem
tangan kiri dan kanan bergantian kutekan sepanjang perjalanan menurun. Allohu
Akbar rem loss alias blong. Spontan aku berteriak
,” Loss
hilmiiii loooosss rem nyaaa”.
Motor
melaju semakin kencang karena jalan terus menurun, sementara aku berusaha mengendalikan
motorku sedangkan hilmi tidak begitu panik karena dia menganggap aku bercanda,
hadeuuhhh…aku melihat tanah kosong di kiri jalan dengan tumpukan kerikil dan
tanah, tidak berfikir panjang ku hempaskan motorku ke tumpukan kerikil tersebut
dan Alhamdulillah selamat… tak henti-hentinya aku ucapkan syukur kepada Alloh
Subhaanahu Wa ta ‘aalaa. Tiba –tiba ada seorang anak kecil muncul entah dari
mana datangnya dan berucap
,” kunaon pak remna blong?” (kenapa pak remnya blong?)
“ muhun jang” jawabku, (Iya)
Si anak
kecil yang aku gak sempat tanyakan namanya itu langsung mengarahkan saya ke
selang air yang menancap di tanah tepi jalan dan menyiramkan air ke arah cakram
rem depan, dan wuzzzzzz….ngebulllll. seperti sudah biasa si anak mengajarkan
kepadaku jika sudah dingin remnya akan kembali normal, dan itu benar. Sudah kebayang
di benakku sebelumnya, aku akan mendorong motorku menurun dari cimenyan ke bawah
hadeuuhhh gempoorrrrr....Kuberi tips
sebagai rasa terima kasih walau gak seberapa lumayan lah si anak senang dan
langsung pergi berlari. Dan aku pulang ke rumah dengan selamat. Anakku hilmi
berucap
,” kirain
ayah teh main-main”
kupeluk erat
anakku dan kukatakan padanya
,” ini
pertolongan Alloh nak, Jangan lupakan Alloh di setiap saat, sebut namanya,
ingatlah Alloh di waktu luang maka Alloh akan mengingat dan menolong kita di
waktu kita membutuhkan pertolongannya”.
Hilmi mengangguk.
Hilmi mengangguk.
@kangrud